• Kajian Ihya 'Ulumiddin
  • Download Kitab Klasik
  • Lirik & Download Lagu Hadrah Albanjari
  • Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad

Kisah Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib



Tak ada yang menyangka seorang laki-laki muslim, shalih bahkan huffadz alias penghafal Alquran dan motivator bagi muslim lainnya untuk menghafal  Al Qur’an ternyata seorang yang tega memenggal kepala salah satu Khulafa’ur Rasyidin, sahabat Nabi SAW bahkan suami dari seorang puteri Rasulullah, Ali bin Abi Thalib.


Tidak hanya itu, peristiwa tragis yang benar-benar melukai umat Islam itu terjadi di bulan suci, persis di hari ketujuh di bulan Ramadhan. Pada bulan itu, hidup dan perjuangan sahabat Ali Karromallahu Wajhah itu harus berakhir oleh seorang muslim ta’at yang meyakini kalau perbuatannya adalah jihad di jalan Allah, Abdurrahman bin Muljam Al Murodi.

Seraya  meneriakkan kata “Hukum itu milik Allah, wahai Ali, bukan milikmu dan para sahabatmu”,  Ibnu Muljam menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib hingga wafat saat itu juga.

Kontan saja, peristiwa memilukan itu menjadi duka mendalam bagi kaum muslimin saat itu. Siapa yang tidak sedih, nyawa sahabat pilihan yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali bin Abi Tholib, menantu Rasulullah SAW itu terbunuh di bawah pekikan takbir dengan mengatas namakan hukum Allah dan demi surga yang ia yakini hanya milik jihadis sepertinya.

Tidak hanya itu, ayat Al Qur’an yang suci juga disertakan saya Ibu Muljam menghabisi Ali. Saat itu ia melakukan aksi biadabnya dengan tidak berhenti melafalkan Surat Al Baqarah ayat 207:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Dengan mengatasnamakan Agama dan keyakinan Ibnu Muljam  telah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin, sedikitpun ia tak ragu untuk menghabisi nyawa sang Khalifah. Maka atas aksinya, Ibnu Muljam harus membayar mahal dengan hukuman qishas yang harus diterimanya. Pembunuh Ali itu kemudian dieksekusi mati dengan cara qishas. Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh drama. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:



“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”

Pesan itu disampaikan karena Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut nyawa ayah dari Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. Keyakinan itulah yang telah menyebabkan seorang sahabat terbaik, khalifah bahkan menantu Nabi Muhammad SAW gugur di ujung pedang seorang Muslim demi meraih surga dari jalan jihad yang diyakininya.

Kisah terbunuhnya Ali bin Abi Tholib di tangan seorang Muslim yang taat, shaleh, istiqomah puasa Senin-Kamis bahkan seorang hafidz menyadarkan tentang kebenaran hadist Nabi :

يَخْرُجُ فِـي هَذِهِ اْلأمَّةِ -وَلَمْ يَقُلْ مِنْهَا- قَوْمٌ تَحْقِرُونَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَـاوِزُ حُلُوقَهُمْ أَوْحَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ.

“Akan keluar di dalam umat ini -beliau tidak mengatakan di antaranya- suatu kaum yang kalian menganggap remeh shalat kalian dibandingkan shalat mereka, mereka membaca al-Qur-an namun tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya.” [HR. Al-Bukhari][6]

Ibnu Muljam adalah potret nyata yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Pada masa ini generasi yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.

Mengenal Sosok Ibnu Muljam

Ibnu Muljam dikenal sebagai lelaki yang shalih, zahid, bertakwa, istiqomah puasa Senin-Kamis dan mendapat julukan Al-Maqri’. Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang huffadz alias penghafal Alquran dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Keshalihan dan kecerdasan Ibnu Muljam mendapat apresiasi dari Khalifah Umar bin Khattab,  sehingga ia pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Atas kehebatannya, sampai-sampau Khalifah Umar bin Khattab menyatakan:

“Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Alquran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash”, kata Umar kepada Ambr bin ‘Ash dalam suatu kesempatan.

Sayangnya, meskipun Ibnu Muljam seorang hafidz Al Quran dan ahli Ibadah, tapi semua seperti tiada guna karena ia mati dalam keadaan su’ul khotimah, mati di tangan algojo dengan membawa aqidah yang salah. Hidup Ibnu Muljam berakhir dengan tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada sekte Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit.

Padahal terhadap sekte ini Rasulullah SAW sudah menegaskan untuk melawan dan memunsnahkannya :

يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ.
“Akan tumbuh para pemuda yang membaca al-Qur-an akan tetapi (al-Qur-an itu) tidak melewati kerongkongan mereka. Setiap kali sekelompok dari mereka muncul, maka mereka pantas untuk dihancurkan.” Ibnu ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Setiap kali sekelompok dari mereka keluar, maka mereka pantas untuk dihancurkan,’ lebih dari dua puluh kali hingga Dajjal keluar di dalam kelompok terakhir.”[10]

Gambaran tentang sosok yang mengklaim surga adalah miliknya dengan membabi buta sehingga muslim lainnya dianggap kafir, tercermin dalam diri Ibnu Muljam. Karena pemahaman agama yang dangkal, Al Quran hanya dilafalkan di mulut dan kerongkongannya, menyebabkan ia tak ragu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Membunuh salah seorang sahabat dan keluarga Rasulullah dengan alasan membela agama Allah dan Rasululllah. Sungguh ironi dan menyedihkan.

Membaca sejarah berdarah tersebut, diakui atau tidak,  saat ini dimana-mana telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan saleh yag menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah menyesat-nyesatkan bahkan mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiai dan ulama. Parahnya, sikap seperti itu mendapat dukungan dari generasi yang belum banyak memahami Islam secara utuh.

Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi sebagaimana telah diingatkan Rasulullah dalam hadist-hadistnya di atas.

Kedangkalan dalam memahami agama, kejumudan dan berfikir dan memahami Al Quran dan Hadist mengakibatkan mereka selalu merasa paling benar. Bak pahlawan mereka merasa paling berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin. Membunuh sambil bertakbir, merasa paling Islam sambil tak henti menyebar kebencian.

Saat ini kita menyaksikan bagaimana negara-negara Islam sedang mengalami kehancuran karena ulah para generasi Ibnu Muljam itu. Irak, suriah, libya, Yaman dan lainnya porak-poranda berawal dari perasaan diri dan kelompoknya paling benar, sementara  yang lain kafir hingga darahnya dihalalkan.

Maka tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin selain harus terus waspada pada gerakan generasi Ibnu Muljam ini dengan menyiapkan generasi yang kuat dan tangguh. Mempelajari dan memahami agama dengan benar,  agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru. Islam itu agama cinta damai, Islam itu agama Rohmatan Lil Alamin.  Islam itu merangkul, dan bukan memukul. Islam itu agama yang ramah bukan marah. Islam itu agama yang Rahman bukan penyebar ketakutan.

Dikutip : Dari berbagai sumber
Judul: Kisah Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib; Ditulis oleh pokkrembung; Rating Blog: 5 dari 5
Jika berkenan, mohon bantuannya untuk memberi vote Google + untuk halaman ini dengan cara mengklik tombol G+ di samping. Jika akun Google anda sedang login, hanya dengan sekali klik voting sudah selesai. Terima kasih atas bantuannya.

-------Berbagi Itu Indah------


No comments:

Post a Comment