Saat Abdurrahman ad-Dakhil (Gus Dur) masih berusai belasan tahun, ia mondok di Pondok Pesantren Salaf Asrama Perguruan Islam atau Pesantren APITegalrejo, Magelang tahun 1957-1959. Gus Dur bersama beberapa teman-temannya merancang skenario pencurian ikan di kolam milik Sang Guru, Kiai Chudlori.
Pada waktu itu, Gus Dur menyuruh teman-temannya untuk mencuri ikan di kolam sementara Gus Dur mengawasi di pinggir kolam.
Gus Dur tak ikut terjun masuk kolam, hanya di pinggirnya saja, dengan dalih untuk mengawasi jika sewaktu-waktu Kiai Chudlori keluar dan melewati kolam.
Tak lama kemudian, Kiai Chudlori selalu keluar rumah setiap pukul 01.00 WIB untuk menuaikan shalat malam di masjid dan melintas di dekat kolam. Seketika itu juga, teman-teman bengal Gus Dur yang sedang asyik mengambil ikan langsung disuruh kabur. Sementara Gus Dur tetap berdiri di pinggir kolam dengan memegang ikan hasil curian.
“Tadi ikan milik kiai telah dicuri oleh santri-santri bengal dan saya berhasil mengusir para pencuri itu, ikan hasil curiannya berhasil saya selamatkan,” kata Gus Dur kepada Kiai Chudlori.
Atas “jerih-payah” itu, akhirnya Kiai Chudlori menghadiahkan ikan tersebut kepada Gus Dur, untuk dimasak di kamar bersama teman-temannya. Dan ikan itu langsung dimasak dan dinikmati Gus Dur bersama teman-teman bengalnya.
Teman-teman bengal yang disuruh mencuri tadi mengajukan protes kepada Gus Dur. Namun bukan Gus Dur namanya jika tak bisa berdalih yang lebih penting adalah hasilnya.
“Ah kamu juga ikut makan ikannya. Lagi pula, ikan ini kan sudah halal,” kata Gus Dur enteng.
No comments:
Post a Comment